Perbedaan Branding dan Flexing


Kehadiran media sosial telah merevolusi cara setiap orang untuk mengekspresikan dirinya dan membangun reputasi. Setiap konten yang mereka upload, interaksi yang mereka lakukan, dan konten-konten yang mereka bagikan mencerminkan identitas yang ingin ditonjolkan kepada orang lain. Dalam konteks sini, konsep branding dan flexing muncul sebagai dua pendekatan yang berbeda di mana sering kali memengaruhi cara pandang seseorang terhadap orang lain, baik dalam lingkungan profesional maupun sosial pada umumnya.

Di satu sisi, branding merupakan proses strategis dalam membentuk citra diri yang autentik dan konsisten. Pendekatan ini menekankan pentingnya menyampaikan nilai, keahlian, dan pengalaman secara mendalam melalui narasi yang terstruktur. Melalui branding, individu berupaya menciptakan hubungan yang kuat dan kredibel dengan audience, yang pada akhirnya dapat membuka peluang baru dalam berbagai aspek kehidupan, seperti karir maupun bisnis.

Di sisi lain, flexing lebih menonjolkan pencapaian atau kepemilikan dengan cara yang mencolok dan sering kali bersifat sementara. Praktik ini cenderung fokus pada penampilan dan materi yang mana dapat menarik perhatian secara instan namun sering kali menimbulkan persepsi yang kurang mendalam terkait kepribadian atau kompetensi seseorang.


Definisi dan Konsep

Sebelum Anda mengetahu apa itu branding, ada baiknya Anda mengetahui perbedaan merek dan brand. Merek (trademark) lebih ke aspek hukum dan identitas visual suatu produk atau bisnis, baik itu berupa nama, logo, simbol, atau desain yang terdaftar secara legal untuk membedakan produk/jasa dari pesaing. Sedangkan brand itu lebih luas dari sekadar merek karena mencakup emosi, persepsi, pengalaman, dan nilai yang dirasakan oleh audience yang dibangun melalui strategi pemasaran, komunikasi, dan interaksi.

Branding merupakan suatu proses menciptakan identitas yang unik dan berkesan bagi sebuah produk, layanan, atau bahkan individu. Branding bukan hanya sekadar logo atau desain visual saja, tetapi melibatkan elemen-elemen lain seperti:
  • Identitas - Nama, logo, warna, dan desain yang membedakan merek yang lain.
  • Citra - Persepsi yang terbentuk di benak audience tentang merek.
  • Nilai & misi - Filosofi inti yang membentuk prinsip bisnis atau individu.
  • Emosi - Hubungan emosional yang dibangun antara merek dan audiens.
  • Diferensiasi - Apa yang membuat merek berbeda dan lebih baik dari kompetitor.
Dalam dunia bisnis, branding menentukan bagaimana sebuah produk atau jasa dipandang oleh pelanggan. Merek-merek besar seperti Apple atau Nike berhasil menciptakan branding yang kuat sehinga memiliki daya tarik emosional dan kepercayaan pelanggan.

Apabila branding dikaitkan dengan merek, bagaimana dengan individu atau manusia?

Self-branding (personal branding) adalah membangun dan mengelola citra diri seseorang untuk menciptakan identitas yang kuat di mata publik atau audience. Konsep ini penting bagi individu yang ingin sukses di dunia profesional, terutama di era digital sekarang ini. Self-branding ini mencakup hal-hal berikut:
  • Keunikan (unique value proposition) - Apa yang membuat Anda berbeda dari orang lain?
  • Keahlian dan kompetensi - Bidang keahlian utama yang ingin ditonjolkan.
  • Reputasi dan kredibilitas - Bagaimana orang lain melihat dan menilai Anda.
  • Media dan komunikasi - Cara menyampaikan pesan melalui media sosial, website, aplikasi chatting, dan platform lainnya.
Self-branding sangat penting bagi para profesional, pengusaha, content creator, hingga influencer karena dengan personal branding yang kuat, seseorang dapat meningkatkan kredibilitas, memperluas peluang, dan membangun komunitas yang loyal.

Bagaimana dengan flexing?

Flexing adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tindakan memamerkan kekayaan, pencapaian, atau gaya hidup dengan menunjukan status sosial yang lebih tinggi dari orang-orang pada umumnya. Istilah ini berasal dari bahasa Inggris, "flex" yang artinya berarti "melenturkan" atau "memamerkan kekuatan," yang dalam konteks sosial merujuk pada kebiasaan pamer, terutama di media sosial.

Dalam self-branding, flexing sering digunakan untuk membangun citra sebagai individu yang sukses dalam materi, berkelas, hingga berpengaruh secara jabatan dan karirnya. Namun, cara ini bisa memiliki dampak yang positif maupun negatif tergantung pada bagaimana dan sejauh mana seseorang melakukannya.


Dampak Jangka Panjang vs Jangka Pendek

Ketika kita melihat perbedaan branding dan flexing, salah satu aspek yang penting yang perlu dipahami adalah dampak jangka panjang dan jangka pendek yang dihasilkan. Keduanya memang sama-sama menarik perhatian, namun arah dan efeknya bagi citra diri atau bisnis sangatlah berbeda.

Branding (jangka panjang):
  • Membangun kepercayaan dari audience melalui konsistensi pesan dan nilai yang jelas.
  • Membentuk reputasi positif yang membuat orang lebih percaya dan menghargai brand atau pribadi tersebut.
  • Menghasilkan loyalitas audience karena mereka merasa terhubung secara emosional dengan nilai yang dipegang.
Flexing (jangka pendek):
  • Memberikan pengakuan instan, terutama di media sosial.
  • Bisa menimbulkan kesan 'wah' sesaat, namun mudah dilupakan.
  • Berisiko mengurangi kredibilitas jika dinilai terlalu berlebihan atau tidak sesuai kenyataan.
Pada akhirnya, branding menawarkan pondasi yang kokoh untuk pertumbuhan dan keberlanjutan citra, sementara flexing hanya memberi ledakan perhatian yang cepat padam. Pahami tujuan Anda, apakah ingin membangun hubungan yang tahan lama dengan audience, atau ingin sesuatu yang bisa meledak dalam satu malam. Jika Anda ingin membangun citra yang lebih positif, maka fokus pada branding akan memberikan hasil yang lebih konsisten dan berkelanjutan.


Kapan dan Bagaimana Menerapkan Masing-masing Pendekatan?

Memahami kapan dan bagaimana menerapkan branding atau flexing sangatlah penting agar citra yang dibangun tetap positif dan relevan. Kedua pendekatan ini bukan berarti saling bertentangan, namun penggunaannya perlu disesuaikan dengan konteks dan tujuan yang ingin dicapai.

Apabila konteks Anda lebih fokus kepada branding, maka lebih tepat digunakan dalam konteks yang profesional seperti mengembangkan karir, membangun bisnis, atau memperluas relasi. Fokus utama branding adalah menunjukan nilai, kompetensi, dan konsistensi yang membentuk kepercayaan.

Apabila konteks Anda lebih fokus kepada flexing, umumnya muncul dalam konteks sosial yang informal seperti berbagi momen pencapaian pribadi, bersama tim, bersama teman, atau bahkan bersama keluarga. Meskipun sesekali flexing dapat menambah warna pada interaksi, pastikan untuk tidak berlebihan agar tetap terasa tulus di mata audience.

Saran praktis yang bisa Anda terapkan:
  1. Gunakan storytelling untuk mengemas pencapaian dalam konteks flexing, sehingga audience terinspirasi dan tidak merasa sedang disuguhi pameran keberhasilan belaka.
  2. Pastikan setiap pencapaian yang dibagikan selaras dengan nilai dan citra yang ingin dibangun.
  3. Batasi frekuensi flexing dan kombinasikan dengan konten yang bermanfaat untuk bisa menguatkan personal branding.
Pada akhirnya, kunci utamanya ialah keseimbangan. Jadikan branding sebagai fondasi utama dan gunakan flexing hanya sebagai bumbu yang memperkaya cerita Anda. Dengan begitu, Anda tidak hanya menarik perhatian sesaat saja, tetapi juga bisa membangun hubungan jangka panjang yang penuh makna dengan audience.

Semoga artikel ini bermanfaat.

Dukung Saya di Trakteer
 
Bagi Anda yang suka dengan artikel-artikel yang saya buat, saya berharap Anda bisa mendukung saya melalui sedikit donasi untuk meningkatkan kualitas konten yang saya buat. Rencananya, saya ingin memiliki website sendiri. Apabila Anda berkenan, silakan klik gambar di bawah ini untuk menuju halaman donasi.

Comments